Latihan Menjawab Soal

Setiap bulan Ramadhan, panitia SRO selalu membuat acara semacam lomba-lomba sebagai bagian dari syiar bulan Ramadhan di kantor. Pada tahun 1440 H/ 2019 M ini, lomba yang diadakan mengambil format seperti family 100, yakni tebak jawaban survey. Setiap tim berjumlah 6 orang yang merupakan gabungan dari ketiga SRO (2 dari IDX, 2 dari KPEI, dan 2 dari KSEI). Grup kami diberi nama habatussauda.

Singkat cerita, setelah berhasil melewati babak penyisihan, grup kami terhenti di babak semifinal dengan selisih hanya 20an poin. Grup lawan menang karena berhasil mengumpulkan poin di babak double point setelah berhasil merebut soal mengenai makanan favorit saat lebaran. Kunci jawaban soalnya ada di ‘rendang’ yang berhasil ditebak, karena jawaban lain sulit diterka (mie ayam, baso yang kami pikir bukan favorit saat idul fitri).

Agak ironis, karena perkara pertanyaan dan jawaban survey ini seharusnya bisa kami simulasikan. Menjelang penyisihan, kami sudah menerka bentuk pertanyaan yang akan muncul. Karena sifatnya tidak ada benar salah, dan yang paling penting: objek survei sudah dikasih bocoran, yakni mahasiswa yang melakukan kunjungan ke IDX. Berarti pertanyaan tak mungkin susah-susah, lalu jawabannya disesuaikan dengan pikiran dan pengalaman mahasiswa. Bukan orang kantoran. Jadi…jawabannya should be simple but quite vary. Kami menebak pertanyaan seperti: acara apa yang ditonton saat sahur, iklan apa yang bisa ditayangkan saat bulan puasa, dan sebagainya. Makanan favorit saat lebaran should’ve been very predictable.

Untuk urusan perlombaan ‘kecil’ ini, kelalaian menyiapkan diri untuk menjawab soal terbalas dengan kegagalan menembus final. No problem sih, kami happy-happy aja, walaupun jadi satu-satunya tim yang pakai kostum gamis. Latihan mental…udah pake kostum, eh kalah pula. Pertanyaannya, seberapa siapkah kita menjawab soal-soal pertanggungjawaban kelak, yang akan ditanyakan di hari perhitungan?

Sebenarnya, pertanyaannya sudah diberi clue, baik tersurat di Al-Qur’an ataupun hadits. Bahwa semua akan dimintai pertanggungjawabannya berhubung kita manusia mengemban amanah sebagai makhluk Allah yang diberi gelar khalifah. Shalat kita akan ditanya, harta dan usia akan ditanya, istri dan anak-anak akan ditanya. Hukum-hukum Allah mana yang kita jalankan, mana yang ditinggalkan.

Lalu ada hari perhitungan saat amal baik dan buruk dibuka catatannya. Tidak ada yang kecil atau yang besar yang tertinggal karena semua dibuka. Duh, pada saat itu tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Menyesal mengapa waktu masih hidup berbuat maksiat, menyesal tidak lebih banyak sedekah, menyesal tidak berbakti pada orang tua, menyesal menyia-nyiakan nikmat waktu luang dan sehat, dan banyak lagi. Tentu yang paling menyesal kalau ternyata tidak memilih Islam sebagai diin alias menyembah tuhan lain selain Allah. Naudzubillaah…

Jadi, selagi ada waktu untuk melihat-lihat soal-soal yang nanti akan ditanyakan (dan pasti ditanyakan), serta menimbang-nimbang akibatnya kalau jawabannya salah, atau bahkan kita kaget. Kaget karena selama di dunia hanya digunakan untuk mengikuti hawa nafsu, melalaikan urusan-urusan penting yang harusnya dipelajari dan diamalkan. Gelagapan!

Ya Allah, Tunjukilah Kami ke jalan yang lurus, dan Berikanlah kami nikmat taufik dan hidayah untuk bertakwa kepadaMu, agak kelak ringan proses hisab kami…Aamiin…

Balik lagi

Sudah lama tidak ngeblog baik di blog ini maupun di paid web hosting (yang sekarang juga sudah tidak diperpanjang lagi, hehe). Tapi hari ini angin berhembus ke arah lain, karena kebiasaan menulis saya tetap harus dilatih.

Minggu lalu pada acara pernikahan sepupu istri, saya sempatkan ngobrol dengan om yang rajin menulis. Saat acara kemarin, seperti pada acara kumpul-kumpul lainnya, beliau katanya selalu menyempatkan diri untuk mojok dengan iPad Pro untuk menulis. Tentu selepas bersilaturahmi dengan anggota keluarga yang lain. Profesinya sebagai seorang dosen (spesialisasinya di logistik, teknik industri) menuntut dirinya banyak menulis. Mengumpulkan ide, opini, bahkan materi yang bisa disampaikan saat kuliah. Materi tulisannya terakhir ada yang membahas teknologi yang sedang trending, yakni pemanfaatan block chain dalam bidang logistik.

Bayangkan saja kalau profesi pengajar tidak menulis, risikonya ilmunya tidak terstruktur dengan baik dan tidak bisa dirujuk untuk dimanfaatkan dirinya (terutama kalau lupa!) atau orang lain. Orang boleh beretorika panjang lebar, tapi coba minta dia untuk menuliskan gagasannya, bisa-bisa hanya berputar-putar dan idenya kosong belaka (nyambung ke debat ILC Reuni 212 yang menampilkan debat ‘retorika’ pembicara yang tidak ada isinya, melawan Rocky Gerung)

Anyway, bagi saya pribadi, menulis seringkali bisa memberikan ketenangan kalau pikiran sedang kalut. Ibaratnya, menulis dapat menguraikan benang kusut pikiran, sehingga jelas depan, tengah, dan ujungnya.

 

Blog at WordPress.com.

Up ↑