Bermain Musik: Intermezzo

Biola

Setujukah Anda, kalau belajar bermain musik tidaklah sepenting kita menguasai membaca, menulis, dan berhitung (calistung)? Awalnya saya setuju. Apalagi semenjak bertemu not balok pada pelajaran seni musik di sekolah menengah. Bermain musik itu sulit dan mudah membuat frustasi. Mungkin karena metode pengajarannya yang ujug-ujug menyuguhi siswa dengan not balok tanpa diawali pelajaran yang lebih dasar, yakni bermain musik. Ya, coba mainkan saja lagu yang kita sukai dengan pengenalan bunyi dan solmisasi sederhana. Mainkan untuk menghibur diri, nikmati, dan merasa senanglah telah mampu memainkan musik yang kita suka. Lupakan dulu soal notasi balok itu, anggap saja itu tak penting. Yang penting sekarang, beranilah dulu bereksperimen dengan alat musik atau suaramu (kalau merdu lho…).

Kita senang dan mudah mendengarkan musik. Sekian jenis aliran musik kini mudah ditemui dan dikonsumsi. Dikonsumsi secara halal ya, baik isi musiknya, waktu mendengarkannya, sampai cara mendapatkannya. Kita bisa kok, melepaskan diri dari ketergantungan CD/Kaset/MP3 bajakan yang dulu kita beli tanpa rasa bersalah pada pencipta dan pemain musik yang jungkir balik mengaransemen dan memainkan musik tersebut. Bisa, asal ada niat dan kesadaran. Selain kesadaran mengkonsumsi produk halal, juga kesadaran menghargai jerih payah orang lain. Kesadaran yang terakhir ini bisa tumbuh dengan baik jika kita bergerak untuk ‘naik’ dari status pedengar menjadi pemain musik.

Coba tanya, sudah sejak kapan seorang Indra Lesmana bermain piano? atau Kenny G dengan saxophone-nya? atau Idris Sardi dengan biolanya? Dan sekian banyak lagi musisi Indonesia atau dunia, yang jika didata, kebanyakan mereka telah mulai bermain musik sejak kanak-kanak, bahkan ada yang sudah menggelar konser solo saat berusia 6 tahun. Sekian puluh tahun kemudian, mereka telah sedemikian terampil memainkan alat musik pilihannya. Tentu dengan latihan yang rutin setiap harinya dengan beban latihan yang semakin meningkat. Setiap hari selama puluhan tahun. Kini, kita mengakui mereka sebagai musisi profesional yang begitu enak dilihat saat bermain, dan begitu ekspresif dengan gayanya masing-masing. Mereka tak lagi sibuk dengan urusan teknis memainkan nada, melainkan sudah sampai tingkat menjadikan musik sebagai bahasa perasaan mereka, perasaan pencipta musiknya, bahkan sampai menjadi sebentuk pengharapan dan curhat mereka pada Sang Pencipta. Sampai di sana, musik menjadi tak terpisahkan dalam ritme kehidupan. Jenius musik bahkan bisa menangkap musik dalam keramaian kota maupun ketenangan alam lewat burung-burungnya, pasirnya, airnya, atau pepohonannya.

Jadi, nampaknya bermain musik tak jauh beda dengan keterampilan yang harus dipelajari dalam waktu lama. Membaca dan menghafal Al-Qur’an, berlatih silat, belajar memasak, berbisnis, membuat software, membuat lukisan, sebut saja keterampilan apapun. Tak ada yang instan, karena Allah Menakdirkan manusia untuk menjalani proses yang mengharuskannya bergumul dengan kesalahan lalu mengambil pelajaran yang membuatnya lebih bijak, melatih otak dan tubuhnya agar semakin responsif dan sensitif, melatih pribadinya untuk terus berguru dan menambah ilmu, dan menguji kesabarannya menanggung ujian. Begitulah seterusnya yang dialami setiap manusia pada setiap zaman. Hanya mungkin prosesnya bisa lebih cepat bagi mereka yang dikaruniai bakat yang terus diasah, dan sikap pantang menyerah. Dan nampaknya, akibat mental bijak yang terus diasah, lama-lama manusia mulai menyadari besarnya nikmat yang ia rasakan dan ia mampu membaca rancangan ketentuan Allah yang indah dan penuh perhitungan. Maka pada titik itu semakin suburlah keimanannya, dan tak heran semakin banyak karyanya yang bernuansa spiritual.

Lalu, kembali ke keterampilan bermusik. Apa gerangan yang menyebabkan musisi-musisi itu bertahan dengan do-re-mi-fa-sol selama sekian puluh tahun? Beberapa manfaat bermain musik berikut diambil dari berbagai sumber. Kiranya bisa kita tiru sebagian atau seluruhnya:

  • Untuk akal / otak: menyeimbangkan akal, melatih kerjasama otak kanan dan kiri, serta melatih berhitung.
  • Untuk perasaan: meningkatkan sensitivitas terhadap pola dan keindahan bunyi yang berhubungan dengan perasaan tertentu, dan menumbuhkan keberanian untuk mengekspresikan perasaan pribadi.
  • Untuk mental: membangun mental gemar mencoba (bereksperimen), membangun kepekaan terhadap ketepatan waktu dan kerjasama, membantu menciptakan ketenangan jiwa, dan membantu menghargai karya orang lain.
  • Untuk tubuh: melatih koordinasi anggota tubuh, terutama tangan, mata, mulut, kaki, dan telinga, serta menyalurkan energi berlebih masa remaja yang berpotensi menjadi tindakan maksiat (opo iki?)
  • Untuk kantong: membuka peluang bisnis lewat mengajar, bermain band atau orkestra, bahkan mengamen (walah?)
  • Untuk orang lain: menghibur orang lain, berlatih kerjasama dalam tim, sampai merayu belahan jiwa (eit awas! ini buat yang sudah nikah only).

Dan masih banyak lagi yang bisa didapat dari bermain musik. Ada tambahan?

Oya, ada yang lupa. Dari tadi ini ngomongin bermain musik, tak jelas musik apa yang dimainkan. Oke, oke, tenang kawan. Beberapa manfaat itu sering dibahas di bab musik klasik (barok, klasik, romantik, atau modern). Tapi nampaknya juga bisa dirasakan oleh jenis musik lainnya yang banyak jenisnya itu. Klasik mempunyai keunggulan dari aransemennya yang istimewa, yang selain hanya berisi instrumen tanpa nyanyian, juga komposisi nada yang kompleks dan ketukannya yang relatif cepat. Inilah salah satu alasan banyak orang menganggap musik klasik itu sulit. Padahal…emang bener πŸ˜› .

Bermain musik sebagai ekspresi seni tentu tetap dibatasi oleh syariah yang penuh berkah, yang bermanfaat dan bisa mendekatkan diri kita padaNya. Dengan alasan ini tidak semua jenis musik aman dikonsumsi dan dimainkan. Sebut saja misalnya liriknya yang tak sopan dan cenderung menjurus, atau cengeng menuju putus asa (sori girls), dimainkan dengan mengabaikan kewajiban yang lebih penting, dinyanyikan dengan suara dan gerakan yang mendundang, dimainkan dengan narkotika dan kekerasan, dan sebagainya. Lengkapnya simak di referensi-referensi tentang hukum bermusik saja ya.

Layaknya teknologi yang bisa disalahgunakan, musik pun bernasib sama. Akibat sebagian industri musik modern yang hidup dari budaya permisif atau hedonisme, begitu banyak musik dan pemusik yang tak lagi memberi pelajaran atau contoh yang baik. Sebut saja anggota band tampak tak peduli mengurus diri, yang bunuh diri, mengkonsumsi narkoba, atau melakukan seks bebas. Musik ditampilkan dalam bentuk yang membuat sebagian orang menjadi antipati dengannya. Ribuan orang berdesakan pria wanita campur aduk melihat band kesayangan, musisi diidolakan habis-habisan, dan pesan-pesannya diikuti tanpa ditimbang. Tak heran musik bisa mempengaruhi orang untuk menjadi beringas dan membenci orang, cengeng, kebelet pacaran, bersikap masa bodoh, tidak percaya Tuhan, malas shalat, dan sebagainya. Beginilah kalau seni hanya untuk seni, dan kebebasan berarti tanpa aturan. Adakah industri musik sudah kelewat batas? Atau salah urus?

Di sisi lain, tak sedikit pula yang terbantu dengan musik untuk menjadi pribadi yang lebih baik, terutama karena mendapat manfaat sesuai yang disebutkan di atas. Pilihan musik mereka mungkin bukan mayoritas, karena mereka biasanya membawa nilai-nilai kebaikan tertentu dalam musiknya. Nilai-nilai ini belum tentu laku dijual. Sebut saja musik klasik tadi, nasyid, atau musik daerah yang asli maupun diaransemen ulang agar terdengar modern. Untuk yang disebut terakhir, ada misi untuk melestarikan budaya daerah sebelum punah atau diaku oleh orang asing. Ada yang punya contoh lain?

Pro dan kontra yang ada bisa menjadi wawasan kita dalam melihat musik dan fenomenanya. Kalau sekedar untuk konsumsi pribadi demi menyeimbangkan akal, membangun mental suka bereksperimen, sampai melepas stress, bolehlah musik dicoba dimainkan. Pilih saja instrumen yang cocok di hati dan di saku πŸ˜› . Lalu mulai saja memainkannya. Ya, mulai saja. Pencet saja, tiup saja, gesek saja, genjreng saja, dan pukul saja. Enak bukan, bunyinya? Kalau enak, eh siapa tahu tertarik mau belajar lebih serius sampai puluhan tahun, sampai jadi salah satu musisi ‘spiritual’ lainnya. Selamat bermain musik.

Sumber gambar:

8 thoughts on “Bermain Musik: Intermezzo

Add yours

  1. @ Maximillian: Mr.Galih, since i’ve listened only few of them, i can’t say i love smooth jazz. What’s your favorite? I don’t really love classics too, specially when we’re trying to play them πŸ˜› . I think classics are good to start studying music, and Jazz is good for improvisation and expression, which means you must be good at playing music for intermediate level. But again, both of them is a bit difficult to play πŸ˜›

  2. @ dika: amin, alhamdulillah, nuhun Bu Dika :p. Ya, belajar yang katanya bikin orang Yahudi tetep pinter: biola n piano, tapi masih pemula. Masnya ditawarin tuh, siapa tahu tertarik :p -halah-

  3. Saya sangat suka bermain piano khususnya soundrack film yang lagi ngetop. meskipun cuman instrumental rasanya seneng…banget.Bisa ngilagin stress and capek sehabis pulang kerja.

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑