Outliers: Tentang Hutang Budi

Buku “International Best Seller” ini adalah buku ketiga Malcolm Gladwell setelah “Blink” dan “Tipping Point” (sudah baca kan? ah tak apa, saya juga belum). Genre buku ini (baca di sampul belakangnya, terbitan Gramedia) tertulis “Non Fiksi-Psikologi Sosial”. Lalu baca tulisan di halaman depannya dan tulisan dengan maksud yang sama di banner yang berada di toko buku. “Rahasia Di Balik Sukses”. “Ternyata tanggal kelahiran mempengaruhi kesuksesan Anda”. Apa yang Anda pikirkan? Ah, lagi-lagi kiat-kiat sukses. Betul, memang ini lagi-lagi. Bedanya, sesuai genre “Psikologi Sosial” tadi, kesuksesan dianalisa dengan variabel yang lebih kompleks ketimbang sekedar rumus generik sukses seperti kerja keras-cerdas dan banyak berdoa. Ow, bagaimana ceritanya?

Alkisah kesuksesan punya wujud yang berbeda-beda, yang tentu saja tidak datang pada setiap orang, pada setiap waktu. Singkatnya, orang-orang yang kebagian sukses tersebut, bisa dikatakan datang pada saat yang tepat, di tempat yang tepat, keahlian yang tepat, dan jangan lupa, dengan latar belakang keluarga yang tepat juga. Berbagai kombinasi ketepatan inilah yang dibahas secara menarik (terima kasih pada hasil terjemahannya yang apik) pada sembilan bab di buku ini. Disertai kisah riwayat hidup orang-orang yang dijadikan studi kasus kesuksesan (merekalah yang disebut outliers), pembaca diantarkan menuju analisis-analisis dan hasil penelitian yang menyimpulkan penyebab kesuksesan mereka (dan hey, ada Steve Jobs dan Apple-nya di sana!).

Dibagi dalam dua bab besar, yakni “Kesempatan” dan “Warisan Budaya”, kesuksesan outliers menemukan kunci-kunci pentingnya (saya rasa beberapa hal dari buku “Tipping Point” cukup berguna di sini). Sebut saja Bill Gates yang mendapatkan serangkain ‘keberuntungan’ lahir di tahun yang tepat, tinggal dan sekolah di tempat yang tepat (tentu sebelum dia drop-out), ditambah bakat dan kerja kerasnya. Paman Bill bahkan mengakui keberuntungannya itu (ok, baiklah jika Anda lebih nyaman dengan kata ‘takdir’. Buku ini menyebutnya ‘kesempatan’). Lalu ada lagi tentang rahasia kecerdasan matematika anak-anak Asia (sayang sekali, Indonesia belum masuk hitungan) yang secara umum lebih baik daripada anak-anak Amerika. Yang ini masuk kategori ‘Warisan Budaya’. Demikian seterusnya dengan contoh-contoh lainnya yang sayang untuk tidak dibaca sampai habis.

Lalu pelajaran apa yang bisa diambil dari buku ini untuk kehidupan kita? Bagi saya setidaknya ada beberapa hal, yakni:

  1. Teruslah berlatih. Oya, saya lupa menyebutkan kaidah 10.000 jam latihan (yang kira-kira 4 jam per hari selama sepuluh tahun) yang harus dilalui orang-orang untuk menjadi outliers. Para outliers di buku ini telah berlatih kira-kira selama waktu itu sebelum mereka bertemu dengan kesempatan yang melambungkan nama mereka. Lalu bagaimana jika rasanya kita sudah terlalu ‘tua’ untuk itu? Maaf kawan, tak ada ampun. Eh, maksudnya dimulai saja menyisihkan waktu itu sekuat tenaga selama masih ada umur. Itulah mengapa latihan sejak kecil dibutuhkan. Kalau sudah usia tanggung, sudah banyak urusannya. Apalagi sudah menikah dan punya anak, beda lagi ceritanya.
  2. Masukan bagi kurikulum pendidikan sekolah (nah, datang lagi). Sehubungan dengan faktor tanggal lahir yang dibahas di sini (baca sendiri ya), ada kiranya keinginan untuk meninjau ulang sistem pendidikan yang secara seragam mengelompokkan anak-anak yang berusia sama (dengan kemungkinan perbedaan bulan kelahiran yang jauh) untuk disatukanĀ  dalam sekali masa penerimaan dalam setahun. (lihat, anak kalimat yang terlalu panjang memang membingungkan. Lengkapnya baca di buku saja ya).
  3. Banyak-banyak berdoa. Walaupun tidak secara tersurat disarankan di buku ini, perihal bab ‘Kesempatan’ tadi jelas urusan Takdir Allah SWT. Kita tidak tahu yang gaib di masa depan, yang bisa jadi merupakan kesempatan emas bagi kita untuk menyemai benih-benih kesuksesan yang sudah ditanam sebelumnya. Mungkin Paman Bill seharusnya bilang “Aku sangat bersyukur” ketimbang “Aku sangat beruntung”.
  4. Kita jelas berhutang budi pada orang tua kita, orang tua dari orang tua kita, sampai orang tua dari orang tuanya orang tua kita (heh, capek). Berkat usaha, kesempatan, dan warisan budaya merekalah kita akhirnya bisa dilahirkan dalam lingkungan yang kita syukuri hari ini. Terlepas dari kekurangan yang ada, mereka telah membawa kita yang datang kemudian, ke dalam masa-masa yang mudah untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan. Oya, sebenarnya kerusakan lingkungan juga kita rasakan, tapi sudahlah. Intinya, kita berhutang budi yang katanya, dibawa mati. Jadi, mari lakukan hal yang sama untuk generasi sesudah kita. Biarlah masalah hutang jasa-jasa orang tua hanya Allah Yang Bisa Membalasnya. Inilai pelajaran yang paling agung yang saya dapat dari buku ini.

Mari kita tunggu apalagi yang datang dari Malcolm Gladwell setelah Outliers ini. Sementara itu, kita masih punya pekerjaan rumah 10.000 jam (lama amat 10 tahun!) dan hutang budi pada orang tua kita. Tentu saja, tak lupa banyak berdoa. Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaa ha illallah wallahu akbar.

6 thoughts on “Outliers: Tentang Hutang Budi

Add yours

  1. Halo Mas Agung, Assalamualaikum WR WB

    Sudah coba telaah Black Swan dari Nassem Nicholas Taleb ( Dosen Matematika MIT) ? Sampulnya bergaya Gladwell juga, dan ada irisan dengan Outliers.

    Beberapa kawan mengira ini buku Self Help ( atau How To ?), padahal buku ini berasa lebih ke statistik, dan pembuktian empiris mengenai apa yang disebut dengan “teori peluang”.

    Ini Mas Agung, buku ini menguatkan hipotesa saya mengenai “Peradaban Islami”, bahwa sebuah manusia itu adalah anak dari lingkungan, sepakat dengan Ibnu Khaldun. Bisa saja kita menjadi baik, namun jika kita ingin “menjaga” keluarga dan generasi kita juga “baik”, maka harus dibangun lingkungan yang baik, karena pergaulan dalam komunitas itu yang biasanya merusak nilai- nilai “baik” tadi, intinya, butuh nilai kebaikan yang membudaya.

    Ada dua hal yang saya kuatkan lagi disini :

    1. Bahwa yang dimaksud dengan “Peradaban Islami” atau “Generasi Rabbani” adalah dibangun dengan proses bertahap dan bersama, tidak bisa hanya oleh satu keluarga. Banyak hal yang berada di luar kendali personal kita, ini doa favorit yang saya sebenarnya seringkali khawatir kalau melihat lingkungan sekarang : (QS. 25 : 74).

    2. Pernyataan Galileo, ” You can’t teach people anything, you can only help them discover it by themselves”. Kendali hati dan otak orang lain, sebenarnya sama sekali bukan di kita lho.

    Blognya rame Mas Agung, saya belum sempat nambah apapun nih, belum ada yang berubah di perusahaan sih…

    Sukses ya ^_^

  2. @Max: Baru tahu sekilas soal Black Swan itu. SETUJU SEKALI mas Galih tentang budaya kebaikan itu. Jadi ingat ungkapan kahlil gibran tentang anak,

    Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
    Mereka adalah putra putri dari kehidupan yang merindukan dirinya sendiri,
    Mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu,
    Dan walaupun mereka tinggal bersamamu, mereka bukanlah milikmu.

    dst…

    Sukses selalu mas Gal šŸ˜€

  3. Makasih mas agung atas resumenya. punya softcopy untuk buku ini gak? kalau bole minta tolong dishare donk link-nya.
    ditunggu resume untuk buku2 yang lain mas…

    salam

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑